Lalu Lintas Kota Makassar, Banyak PR Yang Harus Diselesaikan Bersama! - Didiet X-Fuera

Lalu Lintas Kota Makassar, Banyak PR Yang Harus Diselesaikan Bersama!


Disclaimer: artikel ini dibuat berdasarkan pengalaman pribadi. Tidak ada unsur politis atau unsur memojokkan pihak manapun, murni berdasarkan pengalaman pribadi.

Sepekan terakhir merupakan pekan yang paling melelahkan dalam berlalulintas di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Bagaimana tidak jika setiap pagi saat berangkat kerja harus berkutat dengan macetnya ibu kota Sulsel ini. Begitpun dengan saat jam pulang dimana kondisinya cenderung lebih buruk daripada saat pagi hari. Lantas, saya berpikir "Kok bisa ya kota yang tidak luas-luas banget memiliki permasalahan lalu lintas terasa makin mengkhawatirkan?".

Saya sekarang tinggal sekitar 38 km dari kantor setelah sebelumnya sempat tinggal di Makassar mulai dari 2013 sampai 2021, tepatnya tinggal di Kabupaten Pangkep, sehingga bisa dikatakan saya paham betul dinamika lalu lintas di jalan yang saya lalui, khususnya di Kota Makassar. Yang paling saya waspadai sekarang adalah bagaimana menghadapi lalu lintas kota saat musim hujan, bisa lebih parah (musim kemarau saja macetnya kadang bikin nangis dalam hati).

Setelah mencoba melakukan observasi pribadi, ada beberapa hal yang mungkin menjadi faktor macet yang sering terjadi Kota Makassar

  1. Volume Kendaraan Semakin Tinggi
    Mungkin ini bisa menjadi fenomena umum yang terjadi di kota Makassar. Selain akibat semakin mudahnya orang-orang mendapatkan kendaraan baru, tingginya pendatang juga menjadi salah satu faktor kemacetan yang terjadi. Pendatang di sini bisa jadi perantau yang sedang melanjutkan pendidikan, atau orang-orang yang dari luar Makassar yang bekerja dan berkantor di Makassar (seperti saya). Jika melihat statistik tahun 2021 bahwa dari 1,5 juta warga penduduk Makassar, total kendaraan yang tercatat ada 1,7 juta unit.
    Yang menjadi permasalahan adalah kurangnya transportasi umum di Kota Makassar. Pemerinta Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kota Makassar sudah sempat membuat program untuk memaksimalkan transportasi umum. Padahal, jika jumlah transportasi umum bisa ditingkatkan, bisa mengurangi pertumbuhan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi massal. Namun, proses transformasi ke arah tersebut juga bisa dikatakan gampang-gampang susah karena dibeberapa kasus bahwa terjadi gesekan antara pengemudi transportasi umum yang dibentuk oleh pemerintah dengan transportasi umum dengan model angkot yang ada di Makassar. Jadi, agak complicated untuk fenomena tersebut. Harus ada penyelesaian bersama yang tetap menguntungkan kedua pihak, apalagi masyarakat.
    Saya pribadi malah sangat antusias menunggu transportasi baru yang ada di Sulsel yaitu kereta api yang menghubungkan Pangkep - Makassar.


  2. Tata Jalan Yang Kurang Baik
    Ini pendapat pribadi saya sebagai pengguna jalan. Terkadang kita menemukan jalan yang lebar dan mulus, tiba-tiba ada jalan yang makin lama makin mengecil sehingga memicu efek bottleneck. Sementara volume kendaraan yang tinggi tidak bisa mengimbangi lebar jalan.
    Kemudian, yang paling saya soroti di Makassar ini adalah terlalu banyak U-turn atau tempat memutar kendaraan di jalan yang seharusnya menjadi jalan bebas hambatan. Bahkan dibeberapa titik terdapat U-Turn di tengah tikungan cepat yang setiap hari menjadi pusat kemacetan. Salah satu kutipan jurnal dari Tri Mutia Septadianti mengatakan bahwa Kegiatan Putaran balik (u-turn) tidak diperkenankan dan tidak diizinkan pada suatu kondisi lalu lintas yang menerus karena aka menyebabkan dampak kemacetan sehingga menyebabkan kondisi dari suatu fasilitas jalan tersebut berjalan tidak lancar, dan bias mengakibatkan kecelakaan antar pengendara.
    Satu fenomena yang dari dulu menjadi sorotan dan tidak tahu mengapa fenomena ini "agak sulit" untuk hilang adalah maraknya profesi Pak Ogah. Kalian bisa menemui Pak Ogah di U turn di jalan-jalan besar, bahkan di jalan kecil pun juga banyak. Ini sedikit relate dengan penjelasan sebelumnya bahwa dimana ada U Turn, kemungkinan besar di situ ada Pak Ogah. Berdasarkan pengamatan pribadi, Pak Ogah cenderung lebih memilih membantu pengendara untuk berbalik arah alias mutar karena bisa mendapatkan keuntungan dimana pengendara yang merasa terbantu, biasanya akan memberikan uang terima kasih untuk mereka. Bahkan Pak Ogah tidak segan menghentikan laju kendaraan arah menerus demi "membantu" orang untuk mutar. Nah, ketika kejadian tersebut, otomatis pengendara akan berhenti mendadak sehingga terjadi perlambatan yang bisa memicu kemacetan.
  3. Kesadaran Etika Berkendara Yang Kurang
    Kalau masalah ini mungkin agak kronis di kota besar manapun di Indonesia. Jangankan di kota, di daerah-daerah saja sudah dianggap seperti B aja (biasa saja). Ya, banyaknya pengendara baik kendaraan bermotor atau mobil kurang memiliki etika saat di jalan raya. Mau contoh? Misalnya, berpindah jalur yang mendadak tanpa menyalakan lampu sign (baca: sein) sehingga memiliki risiko untuk terjadinya kecelakaan. Contoh yang lainnya yaitu banyak orang yang tidak paham dengan markah jalan. Jalan yang seharusnya dilewati dengan 3 jalur, di Makassar bisa jadi 5 sampai 6 jalur sehingga kendaraan menjadi makin padat dan tidak teratur. Fenomena yang paling bikin geleng-geleng kepala adalah banyaknya pengendara khususnya pengendara bermotor yang melawan arus lalu lintas. Padahal kalau kita berpikir (bagi yang punya akal sehat), melawan arus bisa memunculkan potensi kecelakaan lalu lintas, baik membahayakan diri sendiri maupun pengendara lain dan menimbulkan macet.
    photo by tribuntimur

Mungkin itu saja sih sharing-sharing pengalaman saya. Sebagai masyarakat sipil biasa dan sebagai pengguna jalan, saya berharap Kota Makassar bisa menjadi lebih baik lagi sehingga menjadi kota yang nyaman buat semua orang.

Get notifications from this blog