Deindividuation dan Groupthink
DEINDIVIDUATION:
GETTING LOST IN THE CROWD
Deindividuation adalah perasaan diri yang menjadi anonymity
(anonimitas) yaitu berkurangnya rasa mengetahui diri kita sendiri sebagai
individu ketika berada dalam suatu kelompok atau grup; mengarah kepada perasaan
yang merasa dirinya kehilangan kehendak pada perilakunya dan meningkatkan
perilaku impulsif (mengabaikan kata hati) dan melakukan tindakan menyimpang,
seperti menjadi lebih agresif. Deindividuation
secara singkat dapat artikan sebagai kehilangan identitas diri dalam sebuah
kelompok.
Festinger pada
tahun 1952 telah melakukan penelitian tentang fenomena deindividuation. Festinger mengatakan bahwa deindividuation adalah suatu perilaku yang timbul akibat perilaku
anggota kelompok yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam kelompok
tersebut. Hampr senada dengan Festinger, menurut Tracey Lloyd dalam situs suite.io ia mengatakan bahwa proses deindividuation dapat menyebabkan
perilaku individu menjadi anti-normative
Deindividuation sebenarnya dapat membuat orang menjadi tidak patuh
terhadap norma-norma yang ada dalam kelompoknya.
GROUPTHINK
Isitilah ini
pertama kali digunakan oleh Irving L.
Janis pada 1972. Ggroupthink menurut
Irving adalah suatu model berpikir dalam
kelompok yang kohesif. Pada situs yasir.staff.unri.ac.id, Mulyana (1999) mengatakan bahwa groupthink dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dalam proses
pengambilan keputusan yang menunjukkan timbulnya kemerosotan efisiensi mental,
pengujian realitas, dan penilaian moral
yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok.
Berikut adalah
ciri-ciri sebuah kelompok yang ‘terkena’ groupthink
menurut Janis.
a. Ilusi
kekebalan, yang merupakan optimisme yang berlebihan bahwa kelompok tidak akan
terkalahkan. Hal ini ada benarnya, namun menurut saya kelompok tidak akan
terkalahkan jika memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi.
b. Rasionalisasi
kolektif atas tindakan yang diputuskan dengan hal-hal yang salah seakan-akan
masuk akal.
c.
Keyakinan
akan superioritas moral kelompok.
d.
Strereotip
terhadap kelompok luar sebagai jahat, lemah, bodoh, dan lain-lain.
e.
Tekanan-tekanan
langsung pada anggota-anggota kelompok yang berbeda pendapat.
f. Sensor
diri terhadap penyimpangan dari konsensus kelompok dan berusaha meminimumkan
keraguan mereka.
g.
Ilusi
bahwa semua anggota bersepakat dan bersuara bulat.
h. Munculnya
pembela-pembela keputusan (mindguards)
atas inisiatif sendiri untuk melindungki kelompok dan pemimpin kelompok dari
pendapat yang merugikan serta informasi yang tidak diinginkan.
REFERENSI
Aditya,
Khrisnaresa. 2010. Luluhnya Identitas
Diri dalam Kelompok. Diakses pada 12 Desember 2014 di http://ruangpsikologi.com/sosial/saat-identitas-diri-tenggelam-dalam-kelompok/
Firman, Abdul
Ashaf. Mengkritisi Hipotesis “groupthink“ dalam Konteks
Formulasi Kebijakan di Indonesia. Diakses pada 12 Desember 2014 di http://fisip.unila.ac.id/jurnal/files/journals/3/articles/40/submission/review/40-119-1-RV.doc
Lloyd, Tracey.
2009. The Process of Deindividuation.
Diakses pada 12 Desember 2014 di https://suite.io/tracey-lloyd/2qkt2j4
Get notifications from this blog